Malamnya aku bermimpi, suatu mimpi yang menurut para orangtua adalah mimpi yang tidak mengenakkan. Mimpi ini jugalah yang dimimpikan oleh ayahku saat satu-satunya pamanku dari pihak ayah meninggal. Aku tak begitu percaya dengan mimpi. Karena aku percaya kenyataan.
Masih juga terekam dengan jelas di pagi itu, tubuhku serasa hilang separuh. Jujur, aku tak mengerti kenapa tubuhku merasa terlalu ringan untuk berdiri, serasa terbang. Tiba-tiba hape berbunyi, dan tak kusangka kakaknya meneleponku untuk pertama kalinya. Jujur aku bahagia, karena selama ini aku dilarang untuk sms atau menelepon seorang pun dari pihak keluarganya.
Lalu, aku berangkat kuliah bersama Rahma dan Dira. Saat itu aku dan rahma tukeran hape, karena aku harus menyetting GPRS dari kartu telkomsel Rahma. Saat aku berangkat tak ada sesuatu yang membuatku curiga. Setiba aku di kelas, hape-ku mulai dipenuhi sms dari teman-teman yang mengabarkan ketelahtiadaanmu. Namun, aku anggap lelucon. Betapa lelucon yang tidak menyenangkan saat itu. Lama-lama aku tersadar, tidak mungkin lelucon sedasyat ini.
Ternyata, benar. Dia telah pergi. Aku bingung, tak tau harus berbuat apa. Diam, menangis, dan menyesali apa yang telah terjadi.
Sorenya, aku, Dira, dan Rahma membeli buka. Dan entah karena kecerobohanku, es buah yang aku beli sukses terjatuh padahal tidak ada yang menyengol. Bagus..
aku rapuh.........